Banyak cara yang diyakini manusia bisa merubah mereka menjadi lebih baik. Maka bertebaranlah kata-kata mutiara, peribahasa, nasihat bijak, petuah luhur, serta berbagai aliran kepercayaan, yang tidak sepi peminat. Bercampur aduk antara buah pengamatan, sintesa pikiran, firman yang dibengkokkan, nafsu yang tersembunyi, hingga jiwa yang membenci dunia dan berat sebelah mengambil esensi.
Sesaat, jiwa yang kosong namun merindukan damai terpesona karenanya. Terbuai oleh manisnya susunan kata-kata, santunnya bahasa, tulusnya senyuman, hingga luhurnya tindakan. Serasa terkepung keindahan yang menyejukkan meski terlupa pijakan dan ukuran apa yang dijadikan pegangan. Hanya atas apa yang dirasa, bersatunya keinginan dan kenyataan, ramainya penerimaan, hingga penolakan akan akhirat. Maka apakah ia bisa dibenarkan?
Secara hakiki, perbaikan diri kita dimulai dengan penanaman akidah. Sebagaimana Rasulullah melakukannya nyaris 13 tahun di Makah sebelum datang kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji. Sebuah masa yang panjang dalam memperoleh hubungan keyakinan dengan Allah Sang Pencipta, dengan surga dan nerakaNya, juga dengan KuasaNya dalam mengatur alam semesta secara layak. Untuk hasil fantastis di kemudian hari dalam konteks perubahan manusia secara utuh dan menyeluruh.
Ya akidah, bukan yang lain. Karena cara-cara lain adalah jebakan, yang mungkin tampak indah dan megah namun hanya mendatangkan musibah. Atau terlihat santun tapi tak sanggup menuntun. Sebab Allah telah memaklumkannya dalam sebuah firman, “Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian menjadi baik selama-lamanya, tetapi Allah mensucikan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Karena Allah-lah yang sebenar-benar Pencipta, sehingga hanya Dia-lah yang mengetahui formula kebaikannya. Dan karenanya Rasulullah melantunkan doa, “Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada diriku dan sucikanlah ia, karena Engkaulah sebaik-baik Rabb yang menyucikannya, Engkau Pelindung dan Pemeliharanya.” (HR. Muslim)
Akidah membuat kita tahu bahwa Allah tidak mungkin menipu dan ditipu. Dia selalu benar dan menepati semua janjiNya tanpa kecuali. Menetapkan takdir atas semua makhlukNya dengan keadilan dan kesempurnaan ilmuNya yang meliputi segala sesuatu. Membuat kita mengerti bahwa ada keadilan hakiki, suatu saat nanti, di saat para durjana merampasnya di dunia ini.
Akidah yang lurus dan salimah, terbukti menumbuhkan kekuatan luar biasa bernama al azmu (tekad yang kuat), as shabru (kesabaran), at tsabat (keteguhan), al iqdam (pengorbanan), dan at tawakul (tawakal) ke dalam jiwa pemiliknya. Gabungannya memampukan manusia melakukan kerja hebat di atas kemampuan manusia pada umumnya, sehingga menghasilkan pencapaian yang mencengangkan. Tapi kenapa kita masih mencari formula yang lainnya?
sumber:arrisalah
0 Response to " Hanya Satu Formula "
Posting Komentar