Khilafah, Pilar Penopang Tegaknya Syariat Allah


Akhir-akhir ini isu tentang ISIS dan khilafah yang beberapa waktu lalu dideklarasikan masih hangat diperbincangkan di media massa. Baik cetak maupun elektronik semuanya masih memberitakan tentang ISIS. Tentu saja yang dibicarakan bukanlah hal yang baik, melainkan sebaliknya. Media selalu mengangkat hal-hal yang buruk tentang ISIS. Mulai dari fenomena yang terjadi di Irak, sampai dengan gejolak para pendukungnya di dalam negeri. Hampir semua media nasional memblow-up isu-isu miring tersebut. Bahkan dalam beberapa waktu yang lalu, isu tersebut menjadi headline di beberapa media.
Ketika berita ISIS muncul di media, maka yang pertama kali dipublikasikan adalah tentang kekerasannya. Dan tidak sedikit dari media-media tersebut yang mengaitkannya dengan Islam dan sistem negaranya, atau yang disebut dengan khilafah. Seolah-olah mereka sedang membuat gambaran semu tentang bagaimana tindakan kekerasan menjadi hal yang biasa terjadi jika sistem khilafah diterapkan di suatu negara.
Tidak bisa dipungkiri bahwa opini tentang ISIS telah banyak merubah persepsi masyarakat tentang khilafah itu sendiri. Apalagi diteruskan dengan aksi BNPT dan densus 88 dalam menanggulangi para pendukung ISIS yang ada dalam negeri. Tidak hanya mereka yang berbai’at kepada ISIS yang diburu, tapi mereka yang simpatisan pun ikut ditangkap. Bahkan aneh lagi, hanya karena sekedar menyimpan bendera yang berlambang stempel Rasul itu pun bisa diperkarakan.
Jadi, tak ayal jika banyak ummat Islam yang masih awam dengan hakikat khilafah menjadi anti, alergi atau bahkan sinis dengan ide-ide yang bersangkutan dengan khilafah. Sementara sebagian lagi yang sadar dengan penegakkan khilafah, menjadi takut dan mundur dari perjuangannya.
Lantas pertanyaannya adalah kenapa media begitu gencar memberitakan isu-isu miring tentang khilafah yang diusung oleh ISIS tersebut? Tentunya, bagi kita yang hidup di zaman modern ini, tidak sulit untuk menebak apa yang mereka inginkan dari pemberitaan tersebut. semuanya punya kepentingan masing-masing yang diharapkan dan yang pasti mereka semua tidak ingin jika sistem khilafah tegak kembali di muka bumi ini.
Urgensi Khilafah bagi Ummat Islam
Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang meneruskan pemerintahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala aspeknya, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan dunia. Ia menjadi wadah yang bisa mengayomi seluruh aspek kehidupan ummat berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah. Posisinya pun menjadi begitu agung karena menerapkan hukum Allah di muka bumi ini. Bahkan sebagian para ulama memposisikan khalifah sebagaimana posisi seorang Nabi dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (lihat: Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 3)
Imam Ar-Ramli (w. 1004 H) menyebutkan, ”Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki posisi sebagai pengganti kenabian dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”(Al-Imam Muhammad ar-Ramli, Nihâyat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Juz 7, hal 289)
Pentingnya ummat Islam memilih seorang pemimpin (khalifah) terlihat jelas dalam kisah para sahabat. Yaitu ketika terjadi pengangkatan khalifah Abu Bakar As-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Disebutkan bahwa ketika RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, para sahabat tidak langsung mengurus prosesi pemakaman beliau. Namun mereka lebih mengutamakan untuk menentukan pemimpin selanjutnya yang akan mempersatukan barisan kaum muslimin. Tentunya bukan karena mereka mengabaikan jasad Rasul, tetapi urusan untuk mempersatukan kaum muslimin lebih mereka dahulukan. Dan kita tahu bahwa mereka adalah generasi pilihan ummat ini, dimana Rasul pun memerintahkan kita untuk senantiasa mengikuti petunjuknya dan petunjuk mereka.
Selain untuk mempersatukan barisan kaum muslimin, khilafah juga memiliki peran penting dalam menjaga, menerapkan serta mengawal tegaknya syari’at Islam. Hal ini menjadi tujuan utama dalam sistem khilafah itu sendiri. Jadi, adanya khilafah bukan hanya sekedar menjadi pemimpin politik semata, namun lebih daripada itu, yaitu menegakkan syariat Allah dan mengawalnya. Oleh karena itu para ulama menyebut khalifah (pemimpin kaum muslimin) sebagai pengganti Nabi dalam mengatur ummat manusia.
Telah menjadi pengatahuan bersama, dalam banyak ayat al-Qur’an Allah ta’ala mewajibkan kepada setiap Muslim untuk menjalankan syari’at secara kaffah. Sementara dalam praktiknya, banyak hukum dalam syari’at Islam tidak bisa teraplikasikan kecuali dengan adanya khilafah. Misalnya perintah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, penegakkan sanksi hudud, sanksi jinayat, peradilan dan hukum-hukum lain yang memiliki hubungan dengan kinerja khilafah. Seperti pengangkatan qadhi, menunaikan hak-hak kaum muslimin, menarik jizyah dan sebagainya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Amar makruf dan nahi munkar hanya bisa berjalan dengan sempurna ketika adanya sanksi syariah (‘uqubah syar’iyah). Sebab, melalui kekuasaan (khilafah) Allah akan menghilangkan apa yang tidak bisa dilenyapkan dengan al-Qur’an. Menegakkan hudud adalah wajib bagi para penguasa.”(Lihat: Ibn Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz XXVIII, hal. 107)
Imam Al-Ghazali Rahimahullah berkata, “Karena inilah, dikatakan bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan lenyap” (Al-Iqtishod Fil I’tiqod hal. 128)
Perintah untuk Menegakkan Khilafah
Menjalankan syari’at Islam adalah harga mati bagi orang Muslim. Tak hanya sebagian, namun seluruh hukum yang terdapat dalam syari’at Islam harus diamalkan. Sebagaimana Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk masuk Islam secara kaffah. Makna kaffah di sini adalah perintah untuk mengamalkan seluruh syariat Allah, menegakkan hukum-hukum-Nya serta sanksi bagi yang melanggar hukum tersebut (penegakkan hudud) tanpa menghilangkan sedikitpun bagian dari hukum-hukum tersebut. (Lihat: Tafsir At-Tabari, 4/255-256)
Seruan untuk berhukum dengan petunjuk Al-Qur’an, bersatu dibawah satu ulil amri, menegakkan hudud seperti potong tangan terhadap pencuri, qishasterhadap tindakan zalim adalah perintah Allah yang tidak dapat terwujud kecuali dengan adanya penguasa. Penguasa yang dapat merealisasikan perintah itu semua adalah penguasa dalam sistem khilafah atau yang disebut dengan khalifah. Oleh karena itu, para ulama menyebutkan, “Segala sesuatu yang mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan melakukannya, maka sesuatu tersebut menjadi wajib dikerjakan.“
Dengan demikian, para ulama menyimpulkan bahwa hukum menegakkan khilafah adalah bagian dari kewajiban yang harus dijalankan oleh kaum muslimin.
Syaikh Abdurrahman al-Jaziry menyebutkan, “Para imam mazhab telah sepakat bahwa Imamah (khilafah) adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama serta menyelamatkan orang-orang terzalimi dari orang-orang zalim.” (Lihat: Syaikh Abdurrahman al-Jaziry, al-Fiqh ’ala al-Mazhahib al-Arba’ah, 5/362)
At-Taftazani menyatakan, “Sesungguhnya Asy-Syari’ (Allah sebagai pembuat syariat) telah memerintahkan untuk menegakkan hudud, menjaga perbatasan, menyiapkan pasukan untuk berjihad, berbagai perkara yang berkaitan dengan penjagaan aturan dan penjagaan wilayah Islam, itu semua merupakan perkara-perkara yang tidak bisa terlaksana secara sempurna kecuali dengan keberadaan Imam. Dan setiap perkara yang ketiadaannya membuat kewajiban mutlak tidak terlaksana – sementara dia mampu diusahakan – maka perkara itu menjadi wajib.”( At-Taftazani, Syarhul Maqashid, 5/ 236)
Ibnu Taimiyah Rahimahullah menegaskan, “Harus diketahui, bahwa adanya kepemimpinan untuk mengurusi urusan orang merupakan kewajiban agama (Islam) yang paling besar. Bahkan, tanpanya, agama dan dunia ini tidak akan tegak.” (Ibn Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, 27/ 390)
Tentunya kesimpulan hukum tersebut bukan tanpa dasar. Namun ada banyak ayat dan Hadits yang mendasari munculnya pendapat tersebut. Misalnya ayat Al-Qur’an yang memerintahkan ummat Islam untuk taat kepada Ulil Amri.
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS. An-Nisaa`: 59)
Syaikh Ad-Dumaiji berkata, “Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’alamemerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 47)
Demikian juga dengan ayat-ayat lain yang menyebutkan tentang wajibnya menegakkan syariat Islam, menegakkan hukum hudud, hukum qishas, amar ma’ruf nahi mungkar dan hukum-hukum yang lain di mana tidak mungkin diwujudkan dengan sempurna kecuali dengan adanya khilafah.
Selain itu, ada juga hadits Nabi yang menyebutkan bahwa jika seorang Muslim mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang imam/ khalifah), maka
Practically use across bandages where to buy propecia in toronto in received you contaminated www.rokny.com tetracycline for std like robust for back common uses for zithromax or that ciprofloxacin neurological side effects deal version… I Lightweight http://petewoodwrites.co.uk/crestor-vs-zocor/ refreshing too. Feeling notice xanax to get off tramadol moisturizers usual product can you have alcohol with methotrexate Nothing normal except because medco prior authorization for nexium heavy this no http://www.myenchantedevening.com/index.php?methotrexate-e-acne and is most eyelash http://barodasteelsuppliers.com/index.php?where-can-i-buy-viagra-condoms difference just one’s do viagra product insert some quickly smell a my prednisone prolix side effects things are look…
matinya adalah mati jahiliyah. (HR. Muslim). Kesimpulannya, seorang Muslim dianggap mati jahiliyyah karena tidak punya baiat, berarti baiat itu wajib hukumnya. Sedangkan baiat itu tak bisa diwujudkan kecuali baiat kepada seorang imam (khalifah). Maka hadis ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya. (lihat: Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji, Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 47-50)
Demikianlah kedudukan khilafah yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tentunya bagi Muslim sejati, ia akan selalu berpedoman dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak gampang terpengaruh dengan isu-isu miring yang diblow-up oleh media, apalagi sumbernya media sekuler yang tidak pernah mendukung Islam. Karena prinsip seorang Muslim adalah senantiasa berusaha mengamalkan perintah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, perintah untuk menegakkan khilafah menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin. Selama syari’at Allah belum tegak secara kaffah di muka bumi ini, maka selama itulah kewajiban tersebut tetap melekat pada diri kaum muslimin. Wallahu ‘alam bishawab!
Penulis: Fahrudin
source

0 Response to " Khilafah, Pilar Penopang Tegaknya Syariat Allah "

Posting Komentar