Jika kita cermat melihat dari awal hingga akhir, perjalanan hidup adalah kisah yang saling mengait. Membentuk kesatuan utuh dalam satu bingkai, sehingga setiap kejadiannya saling terhubung menjadi rangkaian dalam hukum sebab akibat yang kuat. Hingga semuanya berakhir, karena ia bermula. Tidak pernah ada yang menjadi kisah terpisah, keluar menyendiri tanpa arti.
Hingga baik buruknya setiap perbuatan, menjadi sebuah energi positif atau negatif, yang membuahkan hasil. Bahkan meski ia seberat dzarah sekalipun, kita akan melihat akibatnya. Dan semuanya akan kembali kepada kita masing-masing sebagai pelakunya, kini atau nanti, dalam keadilan timbangan Allah.
Hingga baik buruknya setiap perbuatan, menjadi sebuah energi positif atau negatif, yang membuahkan hasil. Bahkan meski ia seberat dzarah sekalipun, kita akan melihat akibatnya. Dan semuanya akan kembali kepada kita masing-masing sebagai pelakunya, kini atau nanti, dalam keadilan timbangan Allah.
Waspada mencermati akibat yang tidak hadir kini, dalam kemustahilan terlepasnya sebuah perbuatan dari kesatuannya dengan yang lain, menjadi sarana bagi kita untuk meraih kebaikan dan terhindar dari keburukan. Baik keistiqamahan dalam kontinuitas pengadaannya, kesabaran menantikan saat panennya, kesyukuran atas yang telah dinikmati, maupun pertobatan karena ketergelinciran yang terjadi. Tidak boleh terlena, lengah atau kalah.
Tapi banyak di antara kita yang gagal melihat akibat, terutama saat berbuat maksiat yang tidak langsung terlihat efek negatifnya karena ia diakhirkan. Kenikmatan dunia yang terasakan dan nafsu yang menumpulkan ketajaman inderawi, membuat kita tertipu. Dan karena kita mengira ia dalam bingkai yang lain, yang terlepas sehingga kita merasa bebas, maksiat itupun kita ulang-ulang dengan suka cita sambil berharap ending bahagia.
Tapi bagaimana mungkin? Sedang semua berjalan dalam kepastian sunatullah. Bahwa tidak ada yang sia-sia, tercecer dan terlupakan! Semuanya akan berbuah karena semuanya adalah benih, kebaikan atau keburukan. Maka kita tidak boleh tertipu oleh panen yang belum tiba, nikmat maksiat yang segera, atau penatnya taat. Karena saat semuanya berakhir, tiada lagi itu semua. Hanya ada khusnul atau suul khatimah.
Hakikatnya, hidup adalah perjalanan panjang pembuktian keimanan, yang seringkali melelahkan. Sedang nikmat yang didahulukan dengan pembayaran awal maksiat bertaburan di sepanjangnya. Maka yang tertunda bukan berarti tidak ada, yang sekarang adalah benih yang ditanam, dan semua akan berbuah pada saatnya, cepat atau lambat. Maka kita tidak boleh tertipu. Agar selamat yang kita harap, tidak tertukar dengan derita. Karena sungguh, tidak ada yang pernah tercecer dari ilmu dan keadilan Allah.
sumber: arrisalah
sumber: arrisalah
0 Response to " Tidak Ada Yang Tercecer "
Posting Komentar