“Setiap manusia, keluar di pagi hari lalu menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya ada yang mencelakakan dirinya.” (HR at Tirmidzi).
Dunia ini ibarat pasar, kata Muhammad bin Ka’ab, salah seorang Ulama di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz. Manusia menjual dirinya di pasar dunia, mulai daribangun tidur hingga berangkat tidur. Ada yang menjual dirinya; raga, pikiran, harta, waktu, kemampuan, dan semua yang ia miliki kepada Allah. Kemudian Allah pun membelinya dengan harga yang mahal. Dengan mata uang yang abadi dan hanya miliknya. Tak akan musnah dan tak dapat direbut.
Ada pula yang menjual dirinya kepada setan dan kesia-siaan. Ia membarter semua yang dimilikinya; raganya, pikirannya, hartanya, waktunya dan kemampuanya dengan secuil kenikmatan dunia. Mata uang setan yang akan segera musnah dengan sendirinya atau direbut orang yang menginginkannya.
Dan yang paling banyak adalah jenis ketiga, orang yang menjual daganganya kepada pembeli yang diinginkannya. Kadang ia menjual waktunya kepada Allah, tapi tak berapa lama menjual hartanya kepada setan. Kadang ia membarter pikirannya kepada Allah, tapi kemudian ia lebih banyak membarter waktunya dengan kesia-siaan.
Kita, kalaupun sudah termasuk golonga pertama, pasti tetap mengaku sebagai yang ketiga. Begitulah, saat pagi datang, kita menyiapkan dagangan. Kita pun berjualan hingga sore, menjual dan saling barter. Kadang kita tukarkan harta dan tenaga kita dengan pahala, tapi yang paling sering, kita menukarnya dengan kenikmatan fana.
Jika barang dagangan kita lebih banyak kita jual kepada Allah, kita telah untung. Berapa pastinya, akan kita lihat hasilnya jika saatnya telah tiba. Tak perlu khawatir, meski hitungan pastinya baru akan diberikan setelah kiamat tiba, tidak akan ada catatan yang hilang. Sama sekali.
Dan apabila apa yang kita miliki lebih banyak kita tukar dengan kenikmatan fana atau hal-hal yang sia-sia belaka, maka jangan salahkan siapa-siapa jika kita bangkrut tak punya apa-apa. Menukar dagangan dengan dunia seperti menjual barang dengan bayaran uang palsu. Sebanyak apapun nominal yang tertulis, harga uang palsu tidak akan lebih dari secarik kertas.
Benar-benar seperti jual beli. Di sore hari, kita bisa menghitung secara kasar perolehan hari itu. Apakah kita untung atau buntung, kita dapat membuat kalkulasi, meski belum benar-benar pasti. Para ulama menganjurkan agar kita melakukan perhitungan ‘dagang’ kita ini setiap hari. Keuntungannya, jika ternyata masih rugi, diharapkan masih ada hari esok untuk memperbaiki. Jangan sampai dibiarkan menumpuk sampai hari perhitungan agung tiba, karena setelah itu sudah tidak ada waktu dagang lagi.Wallahua’lam.
sumber:arrisalah
0 Response to " Kepada Siapa Kau Jual Dirimu "
Posting Komentar